Makna & Pengertian Sakinah
Oleh: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA
Penggunaan nama sakinah pasti diambil dari al Qur’an surat 30:21,
litaskunu ilaiha, yang artinya bahwa Tuhan menciptakan perjodohan bagi
manusia agar yang satu merasa tenteram terhadap yang lain. Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan.
Pengertian ini pula yang dipakai dalam ayat-ayat al Qur’an dan
hadis dalam kontek kehidupan manusia. Jadi keluarga sakinah adalah
kondisi yang sangat ideal dalam kehidupan keluarga, dan yang ideal
biasanya jarang terjadi, oleh karena itu ia tidak terjadi mendadak,
tetapi ditopang oleh pilar-pilar yang kokoh, yang memerlukan perjuangan
serta butuh waktu serta pengorbanan terlebih dahulu. Keluarga sakinah
merupakan subsistem dari sistem sosial menurut al Qur’an, bukan bangunan
yang berdiri di atas lahan kosong.
21 item sub tema al Qur’an tersebut diatas merupakan landasan dari
terbangunnya keluarga sakinah, dan permasalahan sosial seperti yang
tersebut dalam item 22-53 diatas selalu berhubungan timbal balik dengan
keluarga, mempengaruhi atau dipengaruhi. Uraian tentang konsep keluarga
sakinah menurut al Qur’an pastilah kurang memadai , karena Al Qur’an
merupakan sumber yang tak pernah kering, oleh karena itu sesunguhnya
perlu kajian yang sangat mendalam, tidak sesingkat seperti ini, apa lagi
jika diplot dalam sistem sosial dalam kaitannya membangun bangsa. Oleh
karena itu, saya ingin membatasi pada simpul-simpul yang bisa mengantar
atau menjadi prasyarat tegaknya keluarga sakinah. Hal-hal yang
menyangkut pembangunan masyarakat menurut al Qur’an dibahas dalam
bab-bab berikutnya. Diantara simpul-simpul yang dapat mengantar pada
keluarga sakinah tersebut adalah :
1. Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah
adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu dan “nggemesi”,
sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan
siap melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin
kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah.
2. Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan,
seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum
libasun lahunna, Q/2:187). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu (a) menutup
aurat, (b) melindungi diri dari panas dingin, dan (c) perhiasan. Suami
terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal
tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak
menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri
sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga
sebaliknya. Isteri
harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil
membanggakan isteri, jangan terbalik di luaran tampil menarik orang
banyak, di rumah “nglombrot” menyebalkan.
3. Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara
sosial dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a
syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19). Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan
sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama
harus diperhatikan oleh suami isteri yang berasal dari kultur yang
menyolok perbedaannya.
4. Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat (idza
aradallohu bi ahli baitin khoiran dst); (a) memiliki kecenderungan
kepada agama, (b) yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi
yang muda, (c) sederhana dalam belanja, (d) santun dalam bergaul dan
(e) selalu introspeksi.
5. Menurut hadis Nabi juga, empat hal akan menjadi faktor yang
mendatangkan kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mar’i), yakni
(a) suami / isteri yang setia (saleh/salehah) , (b) anak-anak yang
berbakti, (c) lingkungan sosial yang sehat ,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar