Minggu, 06 Mei 2012

Sekolah tidak mengajarkan tawuran


Pendidikan Indonesia seperti tidak pernah sepi dari persoalan. Mulai dari penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), kecurangan dalam ujian nasional, hingga tawuran antar pelajar. Pendidikan semestinya membuat peserta didik bermoral malah menjadikan mereka biadab.�

Sekolah tak ubahnya barak persiapan strategi sebelum laga. Masalah kecil bisa menyulut tawuran lintas sekolah dan angkatan. Bahkan perkelahian antar pelajar itu sudah menggunakan senjata tajam, seperti celurit, parang, hingga modifikasi roda gigi kendaraan bermotor. .

Berikut penjelasan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Suyanto, soal tawuran pelajar saat ditemui Islahuddin dari merdeka.com di kantornya Rabu (2/5) malam:��

Bagaimana pihak Anda mengantisipasi budaya tawruan pelajar?

Saya yakin tawuran antar siswa banyak dipengaruhi faktor lingkungan. Juga media, terutama TV, banyak menampilkan gambar dan suara keributan, bakar-bakaran, perkelahian, kepada pemirsa. Sehingga hal itu coba ditiru mereka. Media TV itu adalah contoh bagi anak-anak.

Di sekolah, tidak diajarkan bagaimana menghajar teman, mengasah pedang dan clurit. Jelas itu dari lingkungan. Padahal mereka di sekolah hanya berapa jam? Selebihnya itu di rumah dan lingkungan.

Apa sekolah saat ini sudah menjadi sesuatu membosankan bagi siswa?

Kita harus perkuat jati diri siswa. Kalau saya bertemu siswa-siswa itu saya bisikkan, jangan keluar rumah dengan teman-teman lebih dari tiga orang. Konsekuensinya, dalam psikologi massal, kalau mereka kumpul akan merasa seperti jagoan hebat. Padahal kalau sendirian tidak akan seperti itu.

Sekolah juga harus meyakinkan siswa bagaimana bergaul dengan teman sebaya. Pergaulan teman sebaya itu banyak mempengaruhi perilaku siswa dari pada dengan orang tua. Orang tua tidak akan digubris, tapi banyak mengikuti ajakan teman-temannya. Kadang ada masa-masa seperti itu pada remaja.

Apakah itu bentuk minimnya teladan dari para guru?

Emang ada guru memprovokasi siswa untuk tawuran? Sekolah tidak mungkin mengajarkan itu. Masak, ada celurit dan pedang panjang.�

Bagaimana konsep pendidikan karakter?

Pendidikan karakter itu sudah berjalan. Pendidikan karakter itu sumbernya banyak, mulai dari Pancasila, ajaran agama, kearifan lokal. Kejujuran, disiplin, simpatik, empati, semua itu diajarkan.

Bukankah itu substansi yang sudah seharusnya?

Iya, itu memang nilai-nilai lama. Tapi tidak apa-apa, pendidikan itu harus merespon. Pendidikan seperti hukum ekonomi, ada penawaran dan permintaan. Kita harus memenuhi permintaan masyarakat yang dianggap sebagai solusi untuk saat ini. Tapi kami tidak bisa menerima permintaan masyarakat itu dituruti. Kita juga punya prinsip, strategi. Kalau dituruti semua, Kurikulum siswa bisa membongkokkan anak didik kita. Semua ingin masuk. Mulai dari pendidikan bencana karena Indonesia berada pada wilayah bencana, kemudian pendidikan antikorupsi karena korupsi merajalela, kemudian pendidikan lingkungan karena lingkungan rusak.

Tidak bisa semua kita penuhi. Harus ada pakem dan pedoman ingin dicapai. Coba lihat sekarang banyak TK yang mengajarkan siswa baca tulis, itu tidak boleh. TK itu harus bermain, mengenal lingkungan, mengenal teman, mengembangkan kemampuan sosial, kekompakan, mengenali guru, tapi konsep-konsep itu harus dilakukan dengan cara bermain.










Sumber: merdeka.com Sekolah tidak mengajarkan tawuran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar